Monday, July 13, 2015

Happy Together Review

"Turns out that lonely people are all the same." 


Aku akhirnya tergugah untuk menulis review film yang satu ini. Film ini merupakan film Hongkong pertama yang melibatkan adegan hubungan seksual antara dua pria secara eksplisit. Happy Together yang dirilis pada tahun 1997 dapat disebut sebagai salah satu masterpiece yang pernah dibuat oleh Wong Kar-Wai. Aku harus mengangkat topi kepada Wong Kar-Wai serta dua aktor yaitu Leslie Cheung dan Tony Leung, yang berani memerankan dua tokoh utama. Sekilas, film ini identik dengan Brokeback Mountain yang dibintangi oleh Heath Ledger dan Jake Gyllenhaal karena sama-sama bertema gay. Namun, aku lebih menyukai Happy Together dibandingkan dengan Brokeback Mountain setelah aku menonton film ini. Happy Together menceritakan hubungan yang jauh lebih kompleks dan depressing dibandingkan yang dimiliki oleh Brokeback Mountain. Jadi, judul film ini sangat ironis dan benar-benar berbanding terbalik dengan plot yang ditawarkan.

Happy Together memperkenalkan dua tokoh utama yang sedang menjalin hubungan yaitu Ho Po-Wing (diperankan oleh Leslie Cheung) dan Lai Yiu-Fai (diperankan oleh Tony Leung). Mereka bercita-cita untuk mengunjungi Air Terjun Iguazu yang berlokasi di Argentina dan mereka pun berkelana ke negara yang beribukota Buenos Aires. Namun, hubungan mereka ternyata tak seindah yang penonton bayangkan. Mereka seperti lampu remang yang berkedap-kedip kehabisan daya listrik, on-off relationship alias putus-nyambung. Ho dan Lai terlibat konflik dan mereka memutuskan untuk berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing di Buenos Aires. Lai bekerja di suatu bar untuk menyambung hidup dan menyisihkan uang bekal pulang ke kampung halamannya yaitu Hongkong. Berbeda dengan Lai, Ho menjelajahi perjalanan asmaranya lebih jauh dengan mendekati orang-orang Argentina yang memiliki orientasi seksual yang sama. Lai lama-lama jenuh dengan hubungan tanpa visi serta misi ini. Lai pun bertemu dengan seorang lelaki lain yang dapat membuatnya tersenyum bahagia bernama Chang (diperankan oleh Chang Chen). Dari titik ini, masing-masing kehidupan Ho dan Lai membentuk dua sudut yang saling bertolak belakang.

Penjelasan hubungan Ho dan Lai dapat dibilang realistik. Hubungan yang ditawarkan oleh Brokeback Mountain benar-benar manis sebelum lingkungan menolak dan akhirnya mengkandaskan hubungan mereka. Sedangkan Ho dan Lai tidak ditekan oleh lingkungan sekitar, tetapi perasaan mereka dibuat lelah oleh ketidakcocokkan mereka berdua. Ho dengan mudahnya mengajak Lai untuk memulai dari awal lagi dan melupakan segala cekcok yang telah terjadi di masa lalu, tetapi Ho sudah berkali-kali mengkhianati kesetiaan Lai. Lai selalu jatuh ke pangkuan Ho, terlepas perbuatan yang telah dilakukan Ho terhadap Lai. Meski begitu, Lai juga menyimpan dendam kepada Ho dengan menyembunyikan paspor Ho agar Ho tidak bisa pulang ke Hongkong. Pada akhirnya, mereka pun berpisah dan sempat mengisi kesendirian mereka sendiri dengan mencumbu pria-pria lain. Kompleks? Cek. Membuat frustrasi? Oke. Kesal? Pasti. 

Namun, ada dua adegan yang membuatku terenyuh yaitu pertama, ketika Ho dan Lai saling mendekap satu sama lain dengan kondisi Ho babak belur karena gagal mengembalikan uang yang telah dipinjamnya kepada orang lain. Adegan kedua adalah saat Ho dan Lai menari Tango di dapur apartemen. Menurut banyak reviewer, tarian Tango mereka berdua secara tidak langsung merupakan ilustrasi hubungan Ho dan Lai. Lai yang tidak pandai berdansa, selalu ditegur oleh Ho saat Lai salah mengambil langkah. Lai malah memarahi balik Ho atau dengan pendek kata, arogan. Seiring waktu, mereka berdua akhirnya bisa berdansa selaras dengan tawa dan senyum merekah di bibir, walaupun hanya sebentar saja. Oleh karena itu, di film ini tidak ada peran antagonis, melainkan hanya karakter-karakter yang manusiawi. Hal inilah yang membuat film ini benar-benar berkesan di hati.


Memang plot dari film ini tergolong sederhana, tetapi penonton dapat mengadakan riset iseng terhadap pengembangan karakter yang berlangsung di film ini. Harusnya Wong Kar-Wai memenangkan penghargaan karena membuat terobosan baru yang mencengangkan. Leslie Cheung dan Tony Leung membentuk chemistry antar kedua karakter menjadi cocok. Fun fact: Tony Leung tidak diberitahu oleh Wong Kar-Wai apabila ia akan melakukan adegan intim dengan Leslie Cheung sebelum Tony Leung syuting. Jadi, salut beneran deh kepada dua aktor hebat itu.

Monday, July 6, 2015

The Midnight Sun: Leslie Cheung

Biasanya, aku tidak terlalu memerhatikan film-film produksi Hongkong dan aku pun tidak pernah menjadi fans aktor/aktris Hongkong. Jika salah satu channel televisi sedang menayangkan film Hongkong yang telah di-dubbing dengan bahasa Indonesia, aku sekedar menikmati beberapa adegan yang kaya akan action sequence pertarungan dengan tangan kosong. Selain itu, aku kadang-kadang tertawa terpingkal-pingkal menyimak aksi slapstick para pemeran film komedi Hongkong. Aku menganggap bahwa film-film Hongkong itu hampir setara dengan Bollywood. Sejauh ini, hanya ada satu film Hongkong yang berkesan di hati yaitu Kungfu Hustle yang disutradarai oleh Stephen Chow. Sudah. Tidak kurang, tidak lebih. Film-film Hongkong lain yang telah lalu-lalang tanpa henti di belantika pertelevisian Indonesia, tidak ada yang sanggup mencuri selera filmku yang cukup tinggi.

Mindset-ku mengenai perfilman Hongkong pun banting setir ketika aku mengenal seorang sosok bernama Leslie Cheung.


Melalui salah satu episode Running Man yang berlatar tempat di Hongkong, aku diperkenalkan lagu soundtrack film A Better Tomorrow berjudul Love in the Past Years yang dilantunkan oleh Leslie Cheung. Aku pun iseng mendengarkan lagu orisinilnya di YouTube dan suaranya Leslie Cheung memang indah. Suaranya tidak terlalu keras, tidak terlalu kasar seperti kebanyakan lelaki bernyanyi, tetapi bening dan mengalun. Aku pun memutuskan untuk menonton film A Better Tomorrow untuk melihat aksi lihai Leslie Cheung dalam memerankan seorang polisi muda. Setelah menonton, kuakui Leslie Cheung memang tampan dan anehnya, aku menangkap suatu kesan sensual yang mengerubungi figurnya seperti aura. Apalagi saat Leslie Cheung berpose sembari mengisap sebatang rokok, kesan sensualnya makin menjadi-jadi. He looks like a sassy master, but he's such a mysterious guy.


Selain penampilan dan suara, Leslie Cheung juga sangat multitalenta dan aktingnya pun tidak main-main. Sejauh ini, Leslie Cheung sering memerankan peran protagonis yang sedang mencari jati diri atau protagonis yang sedang merasa kesepian dan hampir depresi. Bahkan, ia dianggap sebagai salah satu aktor Hongkong yang berani mengambil peran seorang pria gay di film Happy Together dengan Tony Leung Chiu-Wai sebagai lawan main. Leslie Cheung sempat menjadi idola di belantara wilayah oriental dan film Farewell My Concubine (film ini sudah di-review di halaman blog ini) sempat dinominasikan di Oscar berkat banyak prestasi dan kerja keras yang salah satunya adalah performa Leslie Cheung.


Tak lama setelah sukses memerankan sebagai seorang pria gay di film Happy Together, Leslie Cheung pun melakukan coming out bahwa dia adalah seorang bisexual pada suatu interview di majalah Time (menurut beberapa narasumber, ia sebenarnya adalah gay). Jujur, pada titik ini, aku sangat salut kepada Leslie Cheung yang mempunyai nyali besar. Ia tak takut untuk menjadi diri sendiri di hadapan publik. Ia tidak merasa enggan untuk menyembunyikan orientasi seksualnya kepada fans dan media. Di daratan Asia, masih sedikit orang-orang yang berani melakukan coming out pada sekitar tahun 90-an. Oleh karena itu, aku sangat menghargai keberanian seorang Leslie Cheung. Akhirnya, Leslie Cheung bisa menjalin hubungan dengan seorang pria lain tanpa harus bermain petak umpet dengan dunia.

Leslie Cheung dan Tony Leung Chiu-Wai di film Happy Together

Namun, sepertinya lingkup publik Hongkong belum siap akan keputusan Leslie Cheung.

Aku sempat membaca berbagai pendapat dari para netizen di Internet, beberapa situs web terkenal, dan pengarang biografi Leslie Cheung tentang perlakuan media terhadap Leslie Cheung pasca coming out. Banyak sekali gosip menyebar yang memojokkan Leslie Cheung. Bahkan, pembawa acara salah satu penghargaan film membuat guyon mengenai kaum gay sembari kamera menyorot Leslie Cheung yang sedang duduk di bangku penonton. Entah karena alasan apa, Leslie Cheung pun sempat tinggal di Kanada untuk beberapa periode, tetapi ia tetap kembali ke kampung halamannya yaitu Hongkong.

Jika tak ada rasa kebahagiaan, semua akan terasa hampa dan tidak peduli seberapa banyak harta yang menggunung di rekening bank atau seanggun apapun penampilan di hadapan deretan kamera. Pada tahun 2003, Leslie Cheung dilaporkan lompat dari ketinggian 24 lantai pada salah satu hotel termasyur di Hongkong. Publik pun diguncang sekali lagi. Setelah diadakan konferensi pers, Leslie Cheung telah lama mengidap depresi dan sempat melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Menurut pihak manajer Leslie Cheung, ada suatu gangguan dalam otak Leslie Cheung yang memicu penyakit depresi. Meski begitu, banyak orang menduga bahwa Leslie Cheung bunuh diri karena ia sudah tidak tahan pada media Hongkong yang sangat defensif terhadap dirinya. Perlakuan media ini terus berlanjut semenjak pasca coming out hingga di tahun ia mencabut nyawanya sendiri.

Sampai sekarang, Leslie Cheung telah mewariskan berbagai prestasi dan menelurkan inspirasi bagi para penyanyi dan aktor. Ia telah disebut-sebut sebagai bapak pendiri genre musik Cantopop. Leslie Cheung pun terkenal sebagai penyanyi yang menyumbangkan keindahan suaranya bagi soundtrack film yang juga dibintangi olehnya. Akhirnya, aku menobatkan Leslie Cheung sebagai aktor Hongkong favorit. Aku juga ingin berterima kasih kepada Leslie Cheung telah mengenalkan film-film Hongkong yang tak hanya bergenre action, tetapi juga drama hingga film yang bertema LGBT.

Miss you much, Leslie Cheung.