Monday, September 16, 2013

Becoming An Echelon (A Fan of 30 Seconds to Mars)

Aku terkadang merasa aneh pada diriku sendiri yang selalu menjadi fan "telat" sebuah band atau penyanyi. Maksud dari fan yang telat ini adalah orang yang sudah mengenal atau mendengarkan lagu-lagu dari suatu band bertahun-tahun lalu, tetapi baru menjadi penggemar mereka sekarang. Yah, mungkin kebanyakan orang menilai hal ini wajar karena tidak semua orang dapat menyukai suatu musisi dalam jangka waktu yang cepat. Sekarang adalah giliran 30 Seconds to Mars yang digemari olehku.

Well, aku tidak usah menjelaskan sejarah terbentuknya 30 Seconds to Mars atau diskografi mereka. Aku sudah mendengarkan lagu-lagu dari band ini sejak di bangku SMP, terutama lagu berjudul From Yesterday yang membuat mereka semakin mendunia. Jared Leto adalah salah satu musisi yang saya sukai, tetapi nggak nyangka juga aku malah jadi fangirl-nya dia sekarang LOL.

Wednesday, May 29, 2013

Mr. Nobody Review

"As long as you don't choose, everything remains possible."


Kali ini aku akan membahas review dan komentarku terhadap film yang dibintangi oleh aktor/musisi berbakat dan ganteng :3 yang bernama Jared Leto. Aku langsung tertarik untuk menikmati Mr. Nobody saat melihat trailer filmnya yang menampilkan kehidupan manusia di masa depan, tepatnya pada tahun 2093, Jared Leto yang andal dalam memerankan seorang kakek tua berumur 118 tahun dan bernama Nemo Nobody, serta ingatan-ingatan Nemo mengenai masa lalu yang membingungkan.

Berikut adalah sedikit cerita tentang Mr. Nobody karena aku tidak berniat untuk menumpahkan semua air yang ada dalam gelas. Nemo Nobody adalah seorang kakek berumur 118 tahun yang tidak akan lama menemui ajalnya. Dia adalah satu-satunya manusia mortal yang masih hidup di tahun 2093 karena manusia-manusia lainnya telah diubah melewati prosedur tertentu menjadi makhluk kekal. Namun, Nemo tidak bisa mengingat masa lalunya dengan baik karena pikun. Lalu, seorang dokter pun turun tangan dalam menelusuri memori Nemo dengan cara menghipnotis Nemo setiap hari. Pada suatu malam, seorang jurnalis menyusup ke kamarnya untuk mewawancarai Nemo. Dari sinilah, kita akan mengerti siapa Nemo ini melalui memori-memorinya yang terburai.

Bagi kalangan yang menyukai teori Butterfly Effect dan The Big Crunch, film ini cocok untuk ditonton. Film ini menjelaskan beberapa teori waktu dan ruang, tetapi juga mengajarkan kita untuk berani memilih jalan hidup yang benar-benar kita inginkan. Kalau kita tetap meragu, kita tidak akan berjalan maju. Thumbs up deh buat film ini walaupun masih ada beberapa pertanyaan yang menjanggal di dalam pikiran seusai menontonnya. Omong-omong, soundtrack-nya juga nggak kalah keren. :)

Aku akan terus menanti film-film yang berjenis seperti ini. Tidak megah, tetapi cukup ampuh untuk memberitahu kita pesan moral dan adegan-adegannya tidak mudah untuk dilupakan.

Monday, May 27, 2013

A Beautiful Mind Review

Liburan semester pun yang berkisar 3 bulan pun tiba dan aku akhirnya mempunyai kesempatan untuk menonton film-film yang sudah di-donlot ataupun yang ada di dalam DVD. Kemarin aku menonton dua film yang cukup bertema berat, tetapi benar-benar menyentuh dan aku menyarankan bahwa dua film itu very recommended untuk ditonton. Film-film tersebut adalah A Beautiful Mind dan Mr. Nobody.


Pertama aku akan membahas A Beautiful Mind yang aku tonton pada sore hari bersama dengan sebungkus keripik kentang rasa barbeque. A Beautiful Mind, karya Ron Howard (orang ini juga menyutradai Angels & Demons dan The Da Vinci Code) yang diangkat dari kisah nyata, mengisahkan seorang matematikawan bernama John Nash (dibintangi oleh Russell Crowe) yang melanjutkan studi di Universitas Princeton, Amerika. Laki-laki ini jarang membuat kontak mata dengan seseorang dan tidak sesukses teman-teman kuliahnya yang sudah membuat beberapa projek dan diterima di perusahaan-perusahaan besar. Setelah beberapa lama, ia akhirnya menemukan suatu teori ekonomi yang orisinil dan kemudian berhasil meraih gelar professor. Namun, hal-hal yang aneh mulai terjadi saat John Nash direkrut oleh Pentagon untuk memecahkan kode (oh yes, cryptography) demi mencegah meledaknya bom milik Rusia.

Overall, film ini keren banget! Aku juga sempat tertipu beberapa kali saat melihat orang-orang yang kukira nyata, ternyata itu hanya imajinasi John Nash. Alur cerita rapi dan jelas, tidak menimbulkan kebingungan sehabis menonton, twist yang oke, dan mempunyai pesan moral yang kuat. Yang aku salut juga adalah rumus-rumus Matematika yang ditulis sepanjang film itu rumus-rumus yang nyata (termasuk Riemann problem). A Beautiful Mind merupakan salah satu cerita sedih yang membahas orang-orang yang tidak bisa membedakan mana realita dan mimpi atau, dalam istilah kedokteran, gejala ini disebut skizofrenia.

Satu hal yang ingin disampaikan dari film ini adalah rasa pantang menyerah yang didorong oleh ambisius yang normal (karena ambisius yang berlebihan akan menghancurkan manusia, suatu kutipan dari Black Swan). Walaupun John Forbes Nash, Jr. menderita skizofrenia, dia berhasil bangkit dari keterpurukannya dan meraih penghargaan Nobel. Well, kesimpulannya film itu tidak harus megah dan elegan, tetapi dapat menyentuh hati dan pikiran penonton serta mengajarkan pesan kehidupan. :)

Saturday, April 13, 2013

Filosofi Jatuhnya Okonomiyaki dan Okonomiyaki yang Tertukar

Hari Sabtu ini adalah satu dari sekian hari yang unik. Mungkin karena aku melihat beberapa kejadian dari sudut pandang yang berbeda di saat orang lain menganggap kejadian tersebut adalah hal konyol dan menjengkelkan.

Kejadian pertama terjadi saat aku makan malam bersama teman-teman kampus di kedai Ling-Ling yang berlokasi di Sukajadi, tak jauh dari mall PVJ. Aku penasaran pada rasa Okonomiyaki yang belum pernah kumakan sebelumnya hingga aku memesan makanan Jepang tersebut dengan topping beef (daging). Harusnya okonomiyaki pada umumnya berisi gurita, tapi aku tidak bisa memakan gurita. Yah, okonomiyaki seharga 17 ribu ini mungkin takkan mengecewakan, pikirku.

Saat pelayan datang membawa pesanan, tak sengaja pelayan tersebut menjatuhkan okonomiyaki beef milikku. Pelayan itu langsung meminta maaf dan tergopoh-gopoh membawa sapu dan pengki untuk membereskan makanan yang tumpah di atas lantai. Kemudian, dia bilang bahwa okonomiyaki beef akan segera dibuat kembali. Aku tidak merasa emosi atau tidak sabar karena itu sebuah kecelakaan. "Oke. Terima kasih ya," jawabku.

Setelah beberapa menit, okonomiyaki pesananku datang akhirnya. Aku langsung melahap makanan itu selagi masih panas. Tak lama, aku merasa aneh ketika melihat sebuah bagian berwarna merah hati, berbentuk lingkaran, dan berlapis seperti daun bawang di dalam okonomiyaki. Teman-teman pun berpikir sambil mencoba bagian itu. "Oh, ini mah kepiting," kata temanku.

Tertukar? Tentu saja.

"Udah mah tadi jatuh, nunggu lama, sekarang malah ketuker."

Hahahah benar-benar tidak beruntung. Walaupun begitu, aku tetap menikmati okonomiyaki kepiting tersebut sembari membagikan potongan kepiting pada teman-teman. Memang terasa enak karena bumbunya dapat diterima oleh lidah orang Indonesia. Kami pun pulang sehabis semua makanan dihabiskan dan membayar tagihan.

Saat aku dalam perjalanan pulang, aku tiba-tiba terpikir suatu analogi dari okonomiyaki tersebut. Kita tidak selalu mendapatkan hal yang kita inginkan dan harus berusaha sambil menunggu sabar untuk mendapatkan hal itu kembali. Kadang-kadang, ketika hal yang kita dambakan akhirnya datang, hal itu tidak berbentuk seperti gambaran kita. Namun pada akhirnya, kita dapat menikmati hal itu dan bahkan bisa berbagi hal itu (atau hasil) kepada orang-orang di sekitar kita.

Itulah sebabnya postingan satu ini diberi judul "Filosofi Jatuhnya Okonomiyaki dan Okonomiyaki yang Tertukar". Sounds like a dramatically cliche philosophy, I guess. Well, semoga aku masih bisa diberi kesempatan untuk menikmati hidup pada hari-hari berikutnya.


Current Song: Jonathan Rhys Meyers - This Time

Wednesday, March 27, 2013

The Rights to Enjoy School's Facilities

Kini aku duduk sendirian lagi dekat jalur hijau tanaman di dalam tempat yang berbeda bernama sekolah. Meskipun sekolah ini bukan tempatku bersekolah, aku selalu merasa takjub saat memandang arsitektur bangunannya. Aku tahu aku bukanlah seseorang yang pakar dalam bidang arsitektur, tetapi itulah yang kurasakan. Dibandingkan sekolah-sekolah tempat aku belajar dahulu, kualitas bangunannya di atas mereka. Menurut banyak orang, bangunan sekolah dan universitas milik swasta Kristen atau Katolik pasti mempunyai bangunan yang baik.

Itulah sebabnya aku jauh-jauh datang ke sini untuk menikmati pemandangan yang ada dalam benak sekolah ini. Orang lain akan menganggap tindakanku itu buang-buang waktu. Namun, apa salahnya mengunjungi suatu bangunan berkualitas tinggi.

Setiap kelas ini mempunyai air conditioner dan memiliki bangku-bangku terpisah seperti di sekolah internasional dan memberlakukan sistem moving class seperti di kuliah. Sekolah ini melingkupi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Wah, memang cukup mengesankan. Walaupun begitu, aku tidak (mau) tahu urusan administratif di sekolah ini.

Aku pun jadi teringat suatu social gap dan diskriminasi yang sempat terjadi di sekolah-sekolahku terdahulu. Kelas-kelas yang dilengkapi dengan fasilitas mewah seperti air conditioner, infocus, bangku-bangku terpisah, wallpaper dinding, dan komputer khusus selalu dimiliki oleh kelas-kelas unggulan, terpilih atau akselerasi. Sedangkan, kelas-kelas selain itu seperti ruangan-ruangan tua yang kurang diurus. Bangku-bangku penuh vandalisme berwarna putih dari correction pen, kolong bangku yang penuh sampah, dinding tua yang memajang coretan dan jejak sepatu kotor, dan papan tulis putih yang mulai menguning menjadi saksi bisu saat murid-murid mengimba ilmu.

Oleh karena itu, teman-temanku di sekolah dulu sempat iri karena mereka tidak mendapatkan hak yang sama dengan mereka yang duduk di kelas unggulan dan akselerasi. Selain itu, tahun angkatanku yang pertama kali mengalami suatu audisi untuk menjadi murid kelas unggulan. Semacam percobaan untuk menjadi sekolah berstandar nasional (masih ingat RSBI dan SBI yang mengacaukan sistem pendidikan di Indonesia), sebutlah begitu. Perubahan pasti menimbulkan pro dan kontra dari lingkungan sekitar dari perubahan berdampak baik sampai buruk, bukan?

“Bukankah kita seharusnya memerhatikan kualitas pendidikannya? Kualitas bangunan bukanlah prioritas sistem pendidikan yang baik.” Pendapat ini juga tidak bisa dikatakan salah.

Saranku sih sistem pendidikan Indonesia harus meniadakan kelas-kelas unggulan dan akselerasi seperti yang telah dilakukan oleh negara Finlandia yang menempati posisi nomor satu dalam urutan negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan terbaik sebab semua anak sebagai murid mempunyai hak dan kewajiban yang sama rata. Aku teringat suatu kutipan yang aku lupa siapa pemilik dari kutipan tersebut. “Sekolah harus diperlakukan seperti taman kota. Semua orang dapat mengakses tempat tersebut dan mendapatkan pengalaman yang berkesan.” Jangan lupa untuk menggarisbawahi “semua orang”.

Bagaimana menurut kalian? Apakah sekolah-sekolah di Indonesia harus membubarkan kelas unggulan dan kelas akselerasi yang dilengkapi fasilitas mewah sedangkan kelas-kelas reguler tidak bisa menikmati fasilitas tersebut?

Current song: Suede – What Are You Not Telling Me?

Saturday, March 23, 2013

Loneliness >< Togetherness



Hari ini aku memutuskan untuk iseng pergi jalan-jalan sendirian karena telah lama aku tidak jalan-jalan sendirian. Setelah memasuki universitas dan berteman dengan orang-orang keren berlatar belakang yang beraneka ragam, aku menjadi sering bersenang-senang dengan mereka, misalnya makan siang bareng, mengerjakan tugas bersama, bermain game bersama, kemana-mana sering bareng, bahkan tak jarang kita akan saling berbagi pengalaman masa lalu. Setelah setengah jam bermain di Game Master Ciwalk hari ini, aku merasa ada yang hilang.

Something’s missing.

Kemudian, aku merasa sungguh sendirian dan gelisah. Lalu aku sadar, aku selalu tertawa dan menjahili teman-teman saat bermain game walaupun aku hanya bersama dengan satu orang. Sekarang, aku hanya bisa duduk termangu dan melihat orang-orang tertawa bersama teman, keluarga atau kerabat mereka. Dulu, aku justru menikmati kesendirian dan menganggap kalau jalan-jalan bersama itu merepotkan karena harus berunding ingin pergi ke mana dahulu dengan beberapa orang yang mempunyai tujuan tempat yang berbeda-beda.

Kupikir itu salah satu hal yang aneh. Ternyata tidak. Persepsiku mengenai kebersamaan berubah karena kebiasaan dan keadaan sekitar. Namun, tolong garis bawahi bahwa persepsi yang berubah itu hanya berada dalam konteks jalinan pertemanan. Kalau masalah berusaha untuk mendapatkan nilai akademis yang baik, kita tak selamanya bisa bergantung pada bantuan teman. Selain itu, kita harus mempunyai prinsip agar tidak terjerumus ke dalam perilaku negatif yang dilakukan oleh teman kita beratasnamakan solidaritas.

Ups, aku tidak akan membahas musuh karena kita diajarkan untuk berbuat baik kepada sesama dan kepada pencipta kita. Jika ada teman yang sampai melukai hati kita karena masalah, usahakan tetap berkepala dingin dan segera luruskan masalah tersebut dengannya. It’s always easier said than done, but it’s not wrong if we try and keep doing it, right?

Walaupun begitu, ingat bahwa pada akhirnya kita akan menjadi sendiri, terutama saat kita sedang menjalani dunia kerja, rumah tangga, atau menghabiskan masa tua.

Monday, January 21, 2013

Napak Tilas dengan Mengunjungi Sekolah

Dalam liburan ini, ada beberapa teman yang berencana pergi ke SMA dulu tempat mereka bersekolah dulu dan beberapa dari mereka berhasil mewujudkan rencana itu having fun dengan teman-teman mereka. Aku pun melihat diri aku sendiri...oh well, aku bahkan belum melewati sekolah tersebut dalam 9 bulan lebih. Mungkin karena akses yang agak sulit (jika memakai angkot) dan aku punya beberapa memori pahit di sana, aku mengurung niatku untuk ke sana dan lagipula, aku juga mempunyai beberapa hal untuk dilakukan akhir-akhir ini.

Aku akan ke SMAN 9 Bandung kalau waktu kosong sudah siap untuk mengizinkan aku agar aku bisa memijakkan kaki di sana kembali. Mungkin. Entahlah, aku juga tidak tahu kapan.


Current Song: Sondre Lerche - Wet Ground


Thursday, January 17, 2013

Kesemrawutan Ibukota

Aku sengaja mem-posting tentang banjir Jakarta karena hampir seharian ini, aku membaca dan mendengar kabar tersebut. Sebelumnya, maafkan aku jika tulisannya cukup berantakan karena kepalaku sedikit pusing dan kedua mata sudah meronta-ronta untuk berbaring di ranjang.

Mungkin ini adalah salah satu banjir terparah yang dialami oleh Jakarta karena banjir sudah mencapai bunderan HI dan Istana Negara. Ada beberapa narasumber mengatakan bahwa banjir disebabkan oleh debit air sungai-sungai di Jakarta yang sudah meluap karena kedalaman sungai (contohnya: sungai Ciliwung yang awalnya berkedalaman 40 meter menjadi 8 meter) sudah berkurang drastis dan sampah berserakan dimana-mana. Ada juga yang bilang karena Jakarta itu dulunya rawa dan daratannya landai hingga tanah yang ada di atas Jakarta pun hasil urug. Abrasi per sekian cm setiap tahun pun tidak terhindarkan, dan muncul prediksi bahwa Jakarta akan tenggelam nanti. Ada pula yang mengatakan hal klise tetapi sebenarnya krusial yaitu kelalaian masyarakat dalam membuang sampah dan memelihara lingkungan sekitar (mengurangi daerah resapan, menghancurkan taman dengan membangun bangunan pencakar langit, dll.). Well, aku tidak harus memberi tahu prosedur sampah-sampah tersebut menutupi bendungan-bendungan dan sungai-sungai.

Karena ketidaksemrawutan ini, muncul ide untuk memindahkan ibukota ke kota besar lainnya, tetapi letaknya strategis, dekat laut, dan tidak ada gunung yang mengelilingi kota tersebut. Soekarno pun sudah merencanakan ide ini dan beliau hampir berhasil mewujudkan rencananya dengan memindahkan ibukota ke Palangkaraya sambil memanggil tim dari Uni Sovyet guna memperlancar pembangunan (for more details, read this). Namun, sejak Soekarno lengser, pembangunan tersebut tidak dilanjutkan oleh Soeharto, dan tidak ada lagi ada isu pemindahan ibukota.

Alangkah baiknya bila Indonesia menerapkan prinsip yang dipakai oleh AS, China, Inggris yaitu memisahkan kota pemerintahan dan kota bisnis/industri (contohnya: Washington D.C. dengan New York, Beijing dengan Shanghai, London dengan Manchester) agar tidak terjadi pemadatan penduduk dan sentralisasi. Setelah dipikir-pikir, prinsip tersebut akan sulit diwujudkan di sini karena sudah terlalu banyak "permainan uang" antara pemerintah dan pembisnis di Jakarta yang dipertahankan sampai sekarang.

Aku mungkin tidak bisa menyumbang apapun bagi korban bencana banjir, tapi aku berdoa semoga banjir ini cepat berakhir karena banjir ini sudah memakan dua korban dan menghentikan roda ekonomi entah sampai kapan.




Current Song: Kings of Convenience - Love is No Big Truth