"What does it take to become a star?"
Pada awalnya, aku mengenal film Farewell My Concubine dari salah satu episode acara Running Man yang syuting di Hongkong. Pada game pertama, mereka ditugaskan untuk menjawab kuis seputar belantara perfilman Hongkong. Salah satu dari pertanyaan tersebut mengenai film terkenal yang bertema opera Tionghoa dan jawabannya adalah Farewell My Concubine. Selain Farewell My Concubine, aku juga mengenal sebuah film cult bergenre action hasil besutan John Woo yaitu A Better Tomorrow. Salah satu aktor Hongkong multitalenta bernama Leslie Cheung, sama-sama menjadi peran utama di kedua film tersebut. Prestasi Leslie Cheung yang menjadi motivasiku untuk memburu film Farewell My Concubine yang konon katanya juga amat melegenda. Review-review di berbagai situs web, termasuk Roger Ebert, memberikan rating minimal 4/5 atau 8.5/10 dan film ini sampai dinominasikan Oscar. Fakta lain mengatakan bahwa film ini cenderung membahas homosexuality. Wah, makin penasaran nih buat nonton. Coba saja Leslie Cheung masih hidup hingga kini, ia pasti sudah bisa menembus dunia Hollywood seperti Andy Lau, Chow Yun Fat, Jackie Chan, dan Jet Li.
Farewell My Concubine berceritakan tentang kehidupan dua aktor pemeran opera Tionghoa tradisional bernama Cheng Dieyi (diperankan oleh Leslie Cheung) dan Duan Xiaolou (diperankan oleh Zhang Fengyi). Mereka telah bersahabat semenjak kecil di tempat pelatihan opera yang memiliki didikan yang sangat disiplin. Dieyi dan Xiaolou terkenal lihai memerankan seorang selir dan seorang raja dalam opera bertajuk 霸王别姬 (The Hegemon-King Bids Farewell to His Concubine). Kisah pertemanan mereka pun semakin intim hingga seorang perempuan bernama Juaxian (diperankan oleh Gong Li) mulai menjalin asmara dengan Xiaolou. Selain itu, eksistensi mereka sebagai aktor opera tradisional diuji oleh perang dan revolusi yang terjadi di Tiongkok selama puluhan tahun.
Farewell My Concubine berdurasi hampir tiga jam dan kuakui bahwa ini
adalah salah satu film drama yang benar-benar intens bagiku. Film ini juga membahas secara singkat tentang sejarah yang telah diukir di daratan Tionghoa dari era 20'an hingga 70'an. Mulai dari penjajahan Jepang hingga pemerintah tirani yang menganut paham komunis, banyak nyawa tak berdosa yang telah menjadi korban. Setelah diperhatikan kembali, film ini tidaklah berfokus pada homoseksualitas yang melingkari hubungan Dieyi dengan Xiaolou. Farewell My Concubine menitikberatkan kehilangan identitas Dieyi yang menjadi feminim karena terus menerus berlatih dan memerankan menjadi seorang selir. Dieyi tidak pernah berkesempatan memerankan seorang tokoh laki-laki karena Dieyi telah 'divonis' oleh pelatihnya bahwa Dieyi cocok menjadi seorang perempuan. Selain kehilangan identitas maskulin, Dieyi juga merupakan anak yang dibuang dan hanya Xiaolou yang peduli kepada Dieyi di tempat pelatihan opera. Oleh karena itu, Dieyi amat menyayangi Xiaolou.
Secara keseluruhan, Farewell My Concubine merupakan salah satu film Mandarin yang masterpiece dan film ini pantas masuk nominasi Oscar. Aktingnya Leslie Cheung yang sangat mengkhayati dan cerita pedih yang disuguhkan menjadi dua pilar penting. Ironisnya, film hebat ini sempat dilarang tayang di daratan Tiongkok karena menceritakan sejarah Tiongkok mengenai revolusi komunis yang ingin menghilangkan opera tradisional. Akhir kata, film ini wajib untuk ditonton dan film ini memang berkesan di hati.
No comments:
Post a Comment